Kondisi Jepang pasca bencana alam sedikit demi sedikit mulai "membaik". Ibarat orang sakit, Jepang mulai menunjukkan tanda-tanda kebangkitannya kembali. Denyut-denyut kehidupan mulai tampak. Memang butuh waktu untuk sehat walafiat. Tapi Jepang memang negara yang tegar. Pemerintah dan rakyatnya saling bahu membahu untuk bangkit kembali.
Kondisi Jepang pasca bencana masih tampak berbeda dari kehidupan biasanya. Pemerintah Jepang melakukan pemadaman listrik bergilir yang dibagi menurut grup per wilayah dan mengikuti jam-jam tertentu. Hari pertama rencana pemadaman listrik ternyata mengalami sedikit kekacauan. Bisa dimaklumi.
Kekacauan jadwal pemadaman listrik di Jepang di jelaskan oleh pihak TEPCO (perusahaan pengelola listrik) di siaraan TV. Pemadaman listrik bergilir tidak perlu dilakukan karena kebutuhan pemakaian listrik masih mencukupi (masih ada mencukupi untuk balance/keseimbangan). Walaupun demikian ada juga wilayah yang kebagian pemadaman listrik. Misalnya, Ibaraki, mulai pukul 5 sore telah diberlakukan pemadaman listrik. Otomatis jalan- jalan pun tidak ada lampu lalu lintas. Hebatnya, tidak ada kecelakaan sama sekali. Semua saling pengertian. Tidak ada nada-nada kemarahan dari pengendara mobil di Ibaraki-ken. Mobil merayap pelan karena padamnya lampu lalin.
Wilayah tempat saya tinggal pun seharusnya mengalami pemadaman listrik mulai pukul 5 sore. Ternyata hingga pukul 7 malam masih menyala listriknya. Di hari kedua ini masih dijadwalkan ada pemadaman listrik, tentu saja rakyat Jepang harus mengetahui jadwal pemadaman listrik (biasanya melalui TV dan himbauan pemerintah setempat).
Pemerintah Jepang selalu menghimbau rakyatnya untuk melakukan penghematan listrik (setsuden) dalam siaran Tv dan mass media lain. Himbauan ini benar-benar dipatuhi rakyatnya. Semua pertokoan pun mematuhi himbauan pemerintah untuk hemat listrik, sekolah dan rumah tangga.
Supermarket di Jepang pun melakukan banyak penghematan listrik. Kalau biasanya supermarket terang benderang, sekarang ada yang berbeda. Supermarket dekat rumah pun secara mendadak mengurangi pemakaian listrik. Lampu penerangan yang diaktifkan hanya separuh dari yang ada. Makanan yang membutuhkan banyak listrik seperti makanan beku pun tidak dijual (untuk sementara waktu). Jam operasional pun di perpendek (menyesuaikan dengan jadwal pemadaman listrik).
Kemarin (pasca 3 hari) saya pergi ke supermarket. Terlihat banyak perubahan. Rak-rak makanan banyak yang kosong terutama makanan instan, roti, nattou, battery , tissue kosong. Saya pun mengurungkan niat untuk membeli bahan makanan, Tokh persediaan makanan di rumah masih lebih dari cukup. Biarlah persediaan makanan dibeli oleh warga Jepang lain yang tidak mempunyai stock makanan.
Wilayah tempat saya tinggal pun seharusnya mengalami pemadaman listrik mulai pukul 5 sore. Ternyata hingga pukul 7 malam masih menyala listriknya. Di hari kedua ini masih dijadwalkan ada pemadaman listrik, tentu saja rakyat Jepang harus mengetahui jadwal pemadaman listrik (biasanya melalui TV dan himbauan pemerintah setempat).
Pemerintah Jepang selalu menghimbau rakyatnya untuk melakukan penghematan listrik (setsuden) dalam siaran Tv dan mass media lain. Himbauan ini benar-benar dipatuhi rakyatnya. Semua pertokoan pun mematuhi himbauan pemerintah untuk hemat listrik, sekolah dan rumah tangga.
Supermarket di Jepang pun melakukan banyak penghematan listrik. Kalau biasanya supermarket terang benderang, sekarang ada yang berbeda. Supermarket dekat rumah pun secara mendadak mengurangi pemakaian listrik. Lampu penerangan yang diaktifkan hanya separuh dari yang ada. Makanan yang membutuhkan banyak listrik seperti makanan beku pun tidak dijual (untuk sementara waktu). Jam operasional pun di perpendek (menyesuaikan dengan jadwal pemadaman listrik).
Kemarin (pasca 3 hari) saya pergi ke supermarket. Terlihat banyak perubahan. Rak-rak makanan banyak yang kosong terutama makanan instan, roti, nattou, battery , tissue kosong. Saya pun mengurungkan niat untuk membeli bahan makanan, Tokh persediaan makanan di rumah masih lebih dari cukup. Biarlah persediaan makanan dibeli oleh warga Jepang lain yang tidak mempunyai stock makanan.
Saya teringat perkataan sobatku (almarhumah), "Hidup di Jepang harus selalu siap sedia. Sedia payung sebelum hujan. Gempa kapan datang pun kita tidak tahu. Itulah sebabnya aku selalu stock bahan makanan dan air". Kokiers, sekarang setelah kejadian gempa dahsyat ini, baru saya sadari kebenaran kata-katanya. Hingga detik ini masih sering tergiang-giang perkataan semua perkataan sobatku.
Pasca gempa juga membawa perubahan lain. Saat ini sungguh sulit membeli bahan bakar/ gasoline. Diseluruh kota tidak ada yang menjual gasoline. Inilah efek samping dari bencana alam. Kalaupun ada yang menjual gasoline pun sangatlah jauh. Kemarin (Senin, 14 Maret 2011) saya bertemu dengan seorang ibu yang kebetulan mengendarai mobil pick up. Mobil bagian belakang penuh dengan galon-galon untuk menampung gasoline.
Langsung saya hampiri ibu tersebut. Saya bertanya, "Di mana Ibu masih dapat membeli gasoline di kota ini?". Kokiers, Ibu tersebut menjawab, " Saya masih belum dapat membeli gasoline karena di seluruh kota pun tidak ada yang menjual gasoline. Ada satu tempat yang jual gasoline pun, jumlah gasoline di batasi, sedangkan saya butuh cukup banyak". Hingga hari inipun, saya masih belum dapat membeli gasoline karena kelangkaan bahan bakar. Untuk melakukan penghematan bahan bakar, banyak hal yang bisa dilakukan. Saya masih bisa bersepeda menuju tempat kerja, apalagi saat ini pun sudah mulai hangat cuacanya.
Pasca gempa juga membawa perubahan lain. Saat ini sungguh sulit membeli bahan bakar/ gasoline. Diseluruh kota tidak ada yang menjual gasoline. Inilah efek samping dari bencana alam. Kalaupun ada yang menjual gasoline pun sangatlah jauh. Kemarin (Senin, 14 Maret 2011) saya bertemu dengan seorang ibu yang kebetulan mengendarai mobil pick up. Mobil bagian belakang penuh dengan galon-galon untuk menampung gasoline.
Langsung saya hampiri ibu tersebut. Saya bertanya, "Di mana Ibu masih dapat membeli gasoline di kota ini?". Kokiers, Ibu tersebut menjawab, " Saya masih belum dapat membeli gasoline karena di seluruh kota pun tidak ada yang menjual gasoline. Ada satu tempat yang jual gasoline pun, jumlah gasoline di batasi, sedangkan saya butuh cukup banyak". Hingga hari inipun, saya masih belum dapat membeli gasoline karena kelangkaan bahan bakar. Untuk melakukan penghematan bahan bakar, banyak hal yang bisa dilakukan. Saya masih bisa bersepeda menuju tempat kerja, apalagi saat ini pun sudah mulai hangat cuacanya.
Imbauan pemerintah untuk hemat listrik pun terlihat dari pertokoan. Semua pertokoan, mall, supermarket hanya menyalakan lampu- lampu separohnya saja, memang agak terlihat gelap. Jam operasional pun di perpendek. Semua pertokoan/ mall / supermarket di Jepang pun patuh dengan imbauan pemerintah. Untuk kerjasama pemerintah - rakyat Jepang memang pantas diacungi jempol.
Begitu pun dengan sekolah. Walaupun sejak kemarin, anak-anak tetap seperti biasa masuk sekolah, akan tetapi setiap saat pun sekolah dapat saja memberitahukan perubahan jadwal, misalnya jam sekolah diperpendek karena tidak adanya makan siang di sekolah (biasanya diberitahukan per email ke orang tua murid atau mungkin per telpon). Makan siang ternyata tetap ada, menu pun disederhanakan, cukup roti dan jelly. Sedangkan air minum di anjurkan untuk membawa sendiri dari rumah (botol minuman).
Guru-guru di sekolah pun memberitahukan bahwa saat ini akan ada pemadaman listrik bergilir sehingga anak-anak pulang sekolah (biasanya sekitar pukul 15:30) di anjurkan segera untuk membuat PR. Walaupun anak-anak terlihat letih sepulang sekolah (biasanya anak-anak berjalan kaki), Ryu & Yuka pun segera membuka randouseru (tas sekolah) untuk membuat PR-nya masing-masing. Memang dalam masa-masa sulit, rakyat Jepang dan pemerintah bahu membahu untuk bangkit kembali. Itulah yang membuat saya semakin takjub dengan mental orang Jepang.
Begitu pun dengan sekolah. Walaupun sejak kemarin, anak-anak tetap seperti biasa masuk sekolah, akan tetapi setiap saat pun sekolah dapat saja memberitahukan perubahan jadwal, misalnya jam sekolah diperpendek karena tidak adanya makan siang di sekolah (biasanya diberitahukan per email ke orang tua murid atau mungkin per telpon). Makan siang ternyata tetap ada, menu pun disederhanakan, cukup roti dan jelly. Sedangkan air minum di anjurkan untuk membawa sendiri dari rumah (botol minuman).
Guru-guru di sekolah pun memberitahukan bahwa saat ini akan ada pemadaman listrik bergilir sehingga anak-anak pulang sekolah (biasanya sekitar pukul 15:30) di anjurkan segera untuk membuat PR. Walaupun anak-anak terlihat letih sepulang sekolah (biasanya anak-anak berjalan kaki), Ryu & Yuka pun segera membuka randouseru (tas sekolah) untuk membuat PR-nya masing-masing. Memang dalam masa-masa sulit, rakyat Jepang dan pemerintah bahu membahu untuk bangkit kembali. Itulah yang membuat saya semakin takjub dengan mental orang Jepang.
Kondisi daerah gempa seperti Miyagi, Sendai, Fukushima, dan Iwate pun masih porak poranda akibat gempa bumi dan tsunami. Ada banyak mujizat dengan diketemukan korban selamat dari amukan tsunami. Ada 1 kapal berisi 81 penumpang yang ditemukan selamat setelah di hembas oleh tsunami. Ada juga yang selamat dari tsunami (Hiromitsu Shinkawa, seorang laki-laki dewasa, 60 tahun) pasca 2 hari. Ada juga pertemuan mengharukan antara ibu- anak di tempat yang berbeda. Bertemu kembali setelah pasca 2 hari.
Ada juga seorang ayah yang menangis haru setelah menemukan anak perempuannya di tumpukan puing-puing rumah akibat tsunami. Dalam benaknya, anaknya telah meninggal dunia akibat tsunami. Siap sangka, anaknya masih bertahan hidup dan bergelantungan dengan puing-puing (lebih tepatnya seonggokan sampah). Walaupun saat di ketemukan, anak dalam kondisi lemah tanpa daya, akan tetapi sang ayah saking bahagia dan semangatnya berusaha mengangkat anaknya dari puing-puing keruntuhan dengan tangannya sendiri. Sang ayah dengan tangis kebahagiaan memeluk anaknya (usia 17 tahun) dengan mengucap syukur. Di balik bencana alam yang dahsyat memang selalu ada mujizat.
Kokiers, bencana alam kali ini memang memakan korban nyawa yang banyak. Kalau sebelumnya diperkirakan 1000 korban jiwa, maka pelan tapi pasti pemerintah Jepang melalui mass media yang ada, mulai meralat jumlah korban. Hingga tanggal 15 Maret 2011, angka korban jiwa yang di ketemukan sekitar 4.866 orang (belum terhitung angka korban yang hilang). Saya kuatir mungkin sekitar jumlah 15.000 hingga 20.000 korban tewas (korban meninggal dunia dan korban yang hilang).
Ada satu kota kecil/ kecamatan di Miyagi-ken dimana peduduknya hilang dan lenyap tanpa bekas akibat tersapu tsunami setinggi 10 meter tersebut. Jumlah penduduk sekitar 10.000 jiwa hingga saat ini belum diketemukan.
Ada juga seorang ayah yang menangis haru setelah menemukan anak perempuannya di tumpukan puing-puing rumah akibat tsunami. Dalam benaknya, anaknya telah meninggal dunia akibat tsunami. Siap sangka, anaknya masih bertahan hidup dan bergelantungan dengan puing-puing (lebih tepatnya seonggokan sampah). Walaupun saat di ketemukan, anak dalam kondisi lemah tanpa daya, akan tetapi sang ayah saking bahagia dan semangatnya berusaha mengangkat anaknya dari puing-puing keruntuhan dengan tangannya sendiri. Sang ayah dengan tangis kebahagiaan memeluk anaknya (usia 17 tahun) dengan mengucap syukur. Di balik bencana alam yang dahsyat memang selalu ada mujizat.
Kokiers, bencana alam kali ini memang memakan korban nyawa yang banyak. Kalau sebelumnya diperkirakan 1000 korban jiwa, maka pelan tapi pasti pemerintah Jepang melalui mass media yang ada, mulai meralat jumlah korban. Hingga tanggal 15 Maret 2011, angka korban jiwa yang di ketemukan sekitar 4.866 orang (belum terhitung angka korban yang hilang). Saya kuatir mungkin sekitar jumlah 15.000 hingga 20.000 korban tewas (korban meninggal dunia dan korban yang hilang).
Ada satu kota kecil/ kecamatan di Miyagi-ken dimana peduduknya hilang dan lenyap tanpa bekas akibat tersapu tsunami setinggi 10 meter tersebut. Jumlah penduduk sekitar 10.000 jiwa hingga saat ini belum diketemukan.
Kokiers, demikianlah sekilas pandang kondisi Jepang pasca bencana alam. Selanjutnya saya akan berusaha untuk rutin melaporkan perkembangan kondisi Jepang pasca bencana alam. Walaupun Jepang luluh lantak oleh gempa dan tsunami yang dahsyat, akan tetapi saya justru yakin Jepang akan bangkit kembali.
Ada satu hal yang menjadi kelebihan sekaligus kekurangan orang Jepang. Semakin mendapat tekanan masalah, justru semakin bertahan dan berusaha keluar dari permasalahan. Masih ingat dengan Hiroshima-Nagasaki? Itulah orang Jepang. Dunia pun tidak menyangka pasca PD 2 justru Jepang bangkit dan merajai perekonomian dunia.
Dalam kesulitan kali ini, semua orang Jepang justru semakin solid. Kalau dulu, pihak oposisi berusaha "merecoki" PM Naoto Kan untuk segera turun, maka sekarang pihak oposisi justru bahu membahu untuk bangkit kembali. Tidak ada pihak yang saling menyalahkan.
Tepat dan benar sekali perkataan PM Naoto Kan. "Berhenti mengeluh dan mari kita bersatu untuk memprioritaskan korban yang selamat dari bencana dahsyat ini, sehingga kita dapat menyelamatkan sebanyak mungkin korban jiwa". Benar, PM Naoto Kan tidak populer di kalangan rakyat Jepang tetapi di saat yang genting hal itu bukanlah hal yang penting.
Saat ini yang diperlukan Jepang adalah kerjasama yang solid, tidak saling menyalahkan, bahu membahu mengatasi kesulitan dan itulah yang terjadi di Jepang. Modal utama untuk bangkit kembali telah berhasil diraih Jepang yaitu rasa kebersamaan dan rasa bersatu, suka dan duka dipikul bersama. Semua orang menyingkirkan semua ego-nya untuk satu tujuan, "Jepang harus bangkit lagi". Ganbarou Nippon!
Salam hangat dari Jepang yang mulai bangkit,
Ryu & Yuka-chan no mama
Komentar
Posting Komentar