Siapa bilang ransum untuk para prajurit selalu tidak enak? Kalau saja banyak orang membaca cerita yang ditulis seorang prajurit Belanda (tergabung dalam resimen ketujuh) tentang ransum sehari-hari yang didapatnya ketika bertugas di Hindia Belanda pada awal abad 20, pasti banyak yang berpikir untuk menjadi prajurit.
Cerita dari prajurit Belanda itu diceritakan kembali oleh HCC Clockener Brousson yang terdapat dalam bukunya: Batavia Awal Abad 20. Diawali dengan sarapan yang dilakukan setelah mandi pagi, para prajurit segera bergerak ke dapur. Sarapan pagi ini terdiri dari roti, mentega, dan ikan salem kalengan, serta kopi. Menu lainnya bisa berupa roti dengan keju, sosis, ham, telur mata sapi, ikan sarden dan sejenisnya.
Setelah sarapan para prajurit mendapat dua kali makanan hangat. Pertama setelah apel pagi, menu yang disajikan berupa nasi dengan sup, daging dan sambal. Prajurit yang baru tiba Hindia Belanda tentu belum mengenal sambal, dan mengira penganan itu sejenis saos yang harus dicampurkan ke dalam sup. Maka mereka mengambilnya sebanyak-banyaknya, dan akibatnya, lada Spanyol (sebutan mereka untuk cabai)tersebut nyaris membakar mulut. Butuh satu ketel air untuk meredam mulut yang terasa terbakar!.
Makanan hangat kedua disajikan sore hari setelah apel dan istirahat tidur siang. Menunya berupa nasi dengan sayur kol atau sayur ala Hindia yang lezat serta daging giling atau daging panggang, ikan goreng, sosis kalengan, atau telur mata sapi atau telur rebus atau sejenisnya. Tentu saja tidak lupa disediakan sambal!
Kadang-kadang disediakan makanan ala Eropa seperti, sup kacang kapri atau sup kacang merah. Sebagai hidangan penutupnya disediakan buah-buahan. Para prajurit yang bertugas di Aceh lebih beruntung karena mereka sering mendapat pudding coklat dan makanan lezat lainnya sebagai hidangan penutup.
Meskipun pada awalnya kebanyakan prajurit Belanda lebih menyukai kentang karena sudah terbiasa di negerinya, tapi di sini mereka harus makan nasi. Banyak prajurit menggerutu dengan kebiasaan makan nasi dua kali sehari ini, namun ketika tugas mereka sudah selesai dan kembali ke negeri Belanda, seringkali mereka merindukan kebiasaan makan sehat dengan menu nasi.
Sesungguhnya memang ransum pasukan di Hindia Belanda luar biasa dan lebih baik dari ransum di tangsi-tangsi militer di Belanda.
Tiap companie skuadron memiliki dapur sendiri yang dipimpin oleh seorang kepala dapur dan pembantu juru masak. Kapten dan komandan kavaleri dengan para perwira setiap minggu mengawasi dan bertanggung jawab. Urusan belanja dilakukan secara bergantian dan masing-masing bertugas untuk ikut mengawasi.
Kerajaan Belanda menyediakan beras, daging, roti, kopi dan teh yang boleh diambil suka-suka, sedangkan lauk pauk sebagian kecil dibebankan pada gaji prajurit.
Acara-acara pesta seperti hari ulang tahun Ratu, adalah saat menyenangkan bagi para perwira rendahan dan prajurit karena saat itu mereka mendapat makanan gratis yang lezat-lezat, artinya; tidak ada pemotongan gaji untuk lauk pauk karena untuk pesta digunakan dana kantin. (Lily Utami)
Sumber : Kompas
Komentar
Posting Komentar